Rabu, 14 November 2018

SHADAT DALAM NATAL

SAHADAT DALAM NATAL “Bangsat...!!” “Keparat..!!!” “dengan Bualan-bualan Manismu hatiku kau sumbat” “dan dengan bodoh, aku pun terjerat” “kau renggut semua dengan hawa nafsumu yang sesat” “aku hina dan kau kulaknat” Begitu kuat cacian itu menuju gendang telingaku.

Segera lensa mata ini memutar ke sudut-sudut tak terbatas, mencari arah sumber cacian itu berada. hingga sungsang bola mata ini mendapati sosok wanita jalang ditengah lorong yang berlumut. Segera ku tatapnya dalam-dalam dan terbesit sedikit niatan menghampirinya, memastikan bahwa dia memang benar-benar makhluk bernyawa, tetapi urung kulakukan. Wanita itu menatapku dengan lebih dalam, penuh amarah. dalam dengan penuh amarah. ku langkahkan kaki menjauhi tempat itu, berlalu menuju duniaku. Namun raut muka buram wanita jalang dengan pakaian lusuh yang membalut tubuhnya serta rambut yang terurai tak terurus terus memenuhi otak ku hingga dunia malamku. “Metro Cave” disinilah aku habiskan separuh lebih malam dengan kawan- kawan sebayaku. Kali ini Sambutan music dari DJ Hand dan gemerlap lampu disco tak begitu membuatku antusias. Hingga ku putuskan mengisi sofa merah jambu dekat pintu keluar bersama teman mungilku, botol-botol berbintang satu.
Beginilah caraku membunuh malam.

Malampun berlalu. Namun entah mengapa pikiran tentang wanita sore lalu awet hingga pagi mendatangiku. “Mutia, mamah pergi dulu ya..” kata suster gereja itu dari balik pintu kamarku. “Iya mah..”sahutku lemas Lagi-lagi sosok wanita jalang sore lalusinggah dipikiran. Siapa dia?, mengapa dia? Dan sepertinya aku mengenalnya. Tiba-tiba pikiran mengenalnya muncul dari benak kalbu. Hingga membuat diri ingin cari tau. Pagi pun berganti, kembali ku susuri jalan tak bernyawa sore tadi, rasa penasaranpun semakin lekat menyelimuti setiap jengkal langkahku.

Kali ini seperti biasa, benda seolah mematung seperti pemuja mamah. Dan sontak mata ini terperangah ketika ku dapati sosok Maria di hadapanku. “Maria...!!!!” sebutku. Dia adikku, dan perawakannya persis dengan wanita jalang tempo lalu. “Kak, aku memang Maria, tapi mengapa kisah ku sama seperti Maria?, Aku bakal punya anak tak berbapak. Sama ketika Maria beranak Isa...”kata Maria lirih “Kata mamah, Nabi Natan itu mulia, sama ketika aku bertemu Jonathan, teramat mulia, hingga geram dada ini sesak mengingatnya. Dan sama ketika papah selalu mengagung-agungkan Nabi Muhammad, ketika itu pula aku mengagungkan sosok Muhammad, tapi sosok Muhammad kali ini lain dari yang digambarkan papah.

Dia juga yang membuatku Hina tanpa iba.” lanjutnya “ Papah-mamah bohong...! tentang nama-nama yang diagungkannya semuanya salah”. Bentak maria penuh amarah Aku hanya sanggup menghela nafas dalam-dalam. “Natan pergi dengan bualan-bualan manisnya, begitu pula Muhammad mulut berbisa tak bermakna.” Tutur maria “Kak, aku bukan bunda Maria yang suci seperti yang dikatakan mamah, aku Maria penuh dosa, keluarkan aku dari jerat neraka yang diceritakan papah, dan bebaskan aku dari murka yesus yang selalu di bilang mama ketika kita berdosa.”lanjutnya dengan raut yang begitu memucat. Angin seperti bisu, hingga detak suara jantung pun nyaris tak kudengar. “Rasa malu menggunung, pada Allahnya Mamah dan Allohnya Papah. Diri hina dan tak pantas menyandang status anak suster gereja, apalagi anak pendakwah seperti papah”. Lanjutnya dengan suara lirih.

Sesaat aku teringat siapa orang tuaku. Mereka pemuka agama di agama mereka masing-masing, berbuat demi kesejahteraan umat dan kami terlantar tak berdaya. Yang aku dengan kesibukan gemerlap dunia malamku. Dan maria adikku dengan kesibukannya bersama lelaki tak bermuka. Kami gelap. Dan mereka seolah bercahaya dihadapan Tuhan mereka. Ajaran saling merhargai yang mereka terapkan sejak dini membuat kami tak berpedoman satu. Dihadapanku maria nampak pudar memucat, dengan lusuh diri aku mencoba kuat menopang Maria. Perlahan ku ajaknya berdoa di gereja, di hadapan tanda salib yang selalu disucikan mamah. Entah apa yang ada didalam bait do’a Maria, ia nampak tenang dalam balutan injil yang digenggamnya. Seolah rahmat tuhan telah memeluknya. Senyum terurai melihat maria menemukan injil Isa, dengan tegak ku langkahkan kaki dan berlalu.

Suster cantik dialah mamahku, ia tersenyum menatapku seolah menunjukkan disini bukan tempatku. Di penjuru dunia, lantunan kebesaran tuhan pun lantang dilantunkan “ALLAHHU AKBAR, ALLAH HUAKBAR, ALLAH HUAKBAR, LAILAHAILLALLOH HUWALLOH HUAKBAR, ALLAHHU AKBAR WALILLAH HILKHAM”. Kericuhan penantin kado sang santa dan kedamaian natal menjadi hiasan dimalam Idul Fitri ini. Iya tanggal 25 Desember benar-benar 1 syawal. Bintang pejamkan mata, dan aku Mutia dengan Syahadat dalam Al-qur’an.

Karya:khariz a samsul.disadur oleh:edho paju

Tidak ada komentar:

Posting Komentar